15 December 2007
BENDERA TENTERA CHINA ISLAM
Me Rong - Naga Laut, Maha - Pembesar-, Wang Ser -puak tentera (bangsa harimau). Bendera ini dijumpai dalam website Maharaja China semenjak tahun 1996 lagi. Sekarang bendera ini muncul semula tanpa kalimah diatas.Nampak gayanya ada pihak yang belum berpuas hati dan masih cuba menggelapkan sejarah bangsa Melayu dari rumpun Siam ini dengan membuang kalimah tersebut.
18 October 2007
SEJARAH SUKU BUGIS
Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang/pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayahanda dari Sawerigading. Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar didunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio. Sawerigading Opunna Ware (Yang dipertuan di ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra I La Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat Luwuk Banggai, Kaili, Gorontalo dan beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti Buton. Daerah SATUI (SUNGAI DANAU).PADA ABAD KE 16 SAUDAGAR WAJO (SENGKANG) BERNAMA Datu LA LERANG.La MaLonge,H.m. Taher.H.M.ROSEHAN NB.
Perkembangan
Dalam perkembangannya, komunitas ini berkembang dan membentuk beberapa kerajaan lain. Masyarakat Bugis ini kemudian mengembangkan kebudayaan, bahasa, aksara, pemerintahan mereka sendiri. Beberapa kerajaan Bugis klasik dan besar antara lain Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Suppa dan sawitto (Kabupaten Pinrang), Sidenreng dan Rappang. Meski tersebar dan membentuk etnik Bugis, tapi proses pernikahan menyebabkan adanya pertalian darah dengan Makassar dan Mandar. Saat ini orang Bugis tersebar dalam beberapa Kabupaten yaitu Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, Sinjai, Barru. Daerah peralihan antara Bugis dengan Makassar adalah Bulukumba, sinjai, Maros, Pangkajene Kepulauan. Daerah peralihan Bugis dengan Mandar adalah Kabupaten Polmas dan Pinrang.
Hubungan Aspek Sejarah dengan Perantauan
Konflik antara kerajaan Bugis dan Makassar serta konflik sesama kerajaan Bugis pada abad 16, 17, 18 dan 19, menyebabkan tidak tenangnya daerah Sulawesi Selatan. Hal ini menyebabkan banyaknya orang Bugis bermigrasi terutama di daerah pesisir. Komunitas Bugis hampir selalu dapat ditemui didaerah pesisir di nusantara bahkan sampai ke Malaysia, Filipina, Brunei dan Thailand. Budaya perantau yang dimiliki orang Bugis didorong oleh keinginan akan kemerdekaan. Kebahagiaan dalam tradisi Bugis hanya dapat diraih melalui kemerdekaan.(Rahmat Munawar).
Kepiawaian suku Bugis-Makasar dalam mengarungi samudra cukup dikenal luas, dan wilayah perantauan mereka pun hingga Australia, Madagaskar dan Afrika Selatan. Bahkan, di pinggiran kota Cape Town, Afrika Selatan terdapat sebuah suburb atau setingkat Kecamatan, yang bernama Maccassar, sebagai tanda tangan penduduk setempat mengingat tanah asal nenek moyang mereka[rujukan?].
Suku Bugis di Kalimantan Selatan
Pada abad ke-17 datanglah seorang pemimpin suku Bugis menghadap Raja Banjar yang berkedudukan di Kayu Tangi (Martapura) untuk diijinkan mendirikan pemukiman di Pagatan, Tanah Bumbu. Raja Banjar memberikan gelar Kapitan Laut Pulo kepadanya yang kemudian menjadi raja Pagatan. Upacara adat suku Bugis di daerah ini antara lain :
• Mappanretassi (memberi makan laut) di Desa Pagatan, kecamatan Kusan Hilir, Tanah Bumbu
• Ma'ceratasi di desa Sarang Tiung
Sebagian besar suku Bugis tinggal di daerah pesisir timur Kalimantan Selatan yaitu Tanah Bumbu dan Kota Baru.
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), populasi suku Bugis di Kalimantan Selatan berjumlah 73.037 jiwa, yang terdistribusi pada beberapa kabupaten dan kota, yaitu :
• 3.066 jiwa di kabupaten Tanah Laut
• 64.093 jiwa di kabupaten Kota Baru (termasuk Tanah Bumbu)
• 828 jiwa di kabupaten Banjar
• 211 jiwa di kabupaten Barito Kuala
• 106 jiwa di kabupaten Tapin
• 68 jiwa di kabupaten Hulu Sungai Selatan
• 169 jiwa di kabupaten Hulu Sungai Tengah
• 172 jiwa di kabupaten Hulu Sungai Utara (termasuk Balangan)
• 516 jiwa di kabupaten Tabalong
• 2.861 jiwa di kota Banjarmasin
• 947 jiwa di kota Banjarbaru
Suku Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku suku Deutero-Melayu, atau Melayu muda. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan. Kata 'Bugis' berasal dari kata to ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan "ugi" merujuk pada raja pertama kerajaan Tiongkok (bukan negara Tiongkok, tapi yang terdapat di jazirah Sulawesi Selatan tepatnya Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo saat ini) yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka.
Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang/pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayahanda dari Sawerigading. Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar didunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio. Sawerigading Opunna Ware (Yang dipertuan di ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra I La Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat Luwuk Banggai, Kaili, Gorontalo dan beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti Buton. Daerah SATUI (SUNGAI DANAU).PADA ABAD KE 16 SAUDAGAR WAJO (SENGKANG) BERNAMA Datu LA LERANG.La MaLonge,H.m. Taher.H.M.ROSEHAN NB.
Perkembangan
Dalam perkembangannya, komunitas ini berkembang dan membentuk beberapa kerajaan lain. Masyarakat Bugis ini kemudian mengembangkan kebudayaan, bahasa, aksara, pemerintahan mereka sendiri. Beberapa kerajaan Bugis klasik dan besar antara lain Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Suppa dan sawitto (Kabupaten Pinrang), Sidenreng dan Rappang. Meski tersebar dan membentuk etnik Bugis, tapi proses pernikahan menyebabkan adanya pertalian darah dengan Makassar dan Mandar. Saat ini orang Bugis tersebar dalam beberapa Kabupaten yaitu Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, Sinjai, Barru. Daerah peralihan antara Bugis dengan Makassar adalah Bulukumba, sinjai, Maros, Pangkajene Kepulauan. Daerah peralihan Bugis dengan Mandar adalah Kabupaten Polmas dan Pinrang.
Hubungan Aspek Sejarah dengan Perantauan
Konflik antara kerajaan Bugis dan Makassar serta konflik sesama kerajaan Bugis pada abad 16, 17, 18 dan 19, menyebabkan tidak tenangnya daerah Sulawesi Selatan. Hal ini menyebabkan banyaknya orang Bugis bermigrasi terutama di daerah pesisir. Komunitas Bugis hampir selalu dapat ditemui didaerah pesisir di nusantara bahkan sampai ke Malaysia, Filipina, Brunei dan Thailand. Budaya perantau yang dimiliki orang Bugis didorong oleh keinginan akan kemerdekaan. Kebahagiaan dalam tradisi Bugis hanya dapat diraih melalui kemerdekaan.(Rahmat Munawar)
Kepiawaian suku Bugis-Makasar dalam mengarungi samudra cukup dikenal luas, dan wilayah perantauan mereka pun hingga Australia, Madagaskar dan Afrika Selatan. Bahkan, di pinggiran kota Cape Town, Afrika Selatan terdapat sebuah suburb atau setingkat Kecamatan, yang bernama Maccassar, sebagai tanda tangan penduduk setempat mengingat tanah asal nenek moyang mereka[rujukan?].
Suku Bugis di Kalimantan Selatan
Pada abad ke-17 datanglah seorang pemimpin suku Bugis menghadap Raja Banjar yang berkedudukan di Kayu Tangi (Martapura) untuk diijinkan mendirikan pemukiman di Pagatan, Tanah Bumbu. Raja Banjar memberikan gelar Kapitan Laut Pulo kepadanya yang kemudian menjadi raja Pagatan. Upacara adat suku Bugis di daerah ini antara lain :
• Mappanretassi (memberi makan laut) di Desa Pagatan, kecamatan Kusan Hilir, Tanah Bumbu
• Ma'ceratasi di desa Sarang Tiung
Sebagian besar suku Bugis tinggal di daerah pesisir timur Kalimantan Selatan yaitu Tanah Bumbu dan Kota Baru.
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), populasi suku Bugis di Kalimantan Selatan berjumlah 73.037 jiwa, yang terdistribusi pada beberapa kabupaten dan kota, yaitu :
• 3.066 jiwa di kabupaten Tanah Laut
• 64.093 jiwa di kabupaten Kota Baru (termasuk Tanah Bumbu)
• 828 jiwa di kabupaten Banjar
• 211 jiwa di kabupaten Barito Kuala
• 106 jiwa di kabupaten Tapin
• 68 jiwa di kabupaten Hulu Sungai Selatan
• 169 jiwa di kabupaten Hulu Sungai Tengah
• 172 jiwa di kabupaten Hulu Sungai Utara (termasuk Balangan)
• 516 jiwa di kabupaten Tabalong
• 2.861 jiwa di kota Banjarmasin
• 947 jiwa di kota Banjarbaru
CEBISAN PUISI DAN KARYA ALMARHUM SULTAN ALAUDDIN SULEIMAN SHAH-SULTAN SELANGOR
Tuntutlah Ilmu Akhirat Dunia,
Hidup Matimu Dapat Bahagia.
Ke Manamu Pergi Jadi Mulia,
Tidaklah Hidup Sia-Sia
Pergi Sekolah Janganlah Segan,
Ilmu Agama Jangan Dilupakan
Sama Dituntut Sama Amalkan,
Dua-Duanya Sama Muliakan.
Agama Islam Amat Sebenar,
Peraturannya Cukup Benar.
Tetaplah Padanya Jangan Nanar,
Beroleh Kebajikan Yang Bersinar`
*Puisi yang mengandungi pemantapan pengenalan terhadap Nabi Muhammad s.a.w. di atas baginda tutup dengan beberapa bait, katanya,
Sekadar Ini Rencananya Disurat,
Supaya Ingat Jangan Melarat.
Menghafaz Membaca Janganlah Berat,
Iman Di Dada Akar Berurat.
Cinta Ibu Harus Diingat,
Bapa Berharap Beserta Sangat
Anak Yang Soleh Jadi Semangat,
Setiap Waktu Setiap Saat.
Harap Ibu Orang Yang Cinta,
Bapa Dan Kaum Pula Serta.
Anak Berilmu Alim Pendeta,
Biarlah Habis Wang Harta ``.
Karya di atas juga telah disemak oleh Tengku Mahmud Zuhdi al- Fathani. Selain memuji kandungan karya, Tengku Mahmud Zuhdi al-Fathani juga memuji baginda sultan
SEJARAH RINGKAS NEGERI KELANTAN
Dalam TH. 814 (TM. 1411), Baginda Raja Kumar menjadi pemerintah Kelantan. Baginda telah membuat perhubungan muhibbah dengan Maharaja China dalam tahun itu dan kemudian dalam TM. 1412 Baginda telah menerima persembahan balas yang merupakan kain-kain sutera serta surat kepujian.
Di akhir kurun yang kelima belas iaitu dalam TH. 868 (TM. 1465) Kelantan lebih berseri dari Patani dan Raja yang memerintahnya ialah Sultan Mansor Shah yang mengganti paduka ayahandanya Sultan Iskandar Shah. Kemasyhuran Negeri Kelantan terdengar ke Melaka. Dalam TM. 1506, Baginda Sultan Mahmud, Sultan Melaka yang akhir, telah mengirim balatentera, pahlawan-pahlawan diketuai oleh Bendahara Seri Maharaja dengan maksud hendak menaklokkan Negeri Kelantan. Hasilnya seorang puteri Baginda Sultan Mansor Shah yang bernama Onang Kening dikahwinkan dengan Sultan Mahmud, Melaka, yang kemudian menjadi bonda kepada Sultan Muzaffar Shah pemerintah Perak yang pertama (TM. 1513).
Manakala Sultan Mansor Shah mangkat, maka dilantik puteranya yang bernama Raja Gombak menjadi Sultan Negeri Kelantan dalam TH. 928 (TM. 1526). Baginda Sultan Gombak mengambil cucunya yang bernama Raja Ahmad sebagai putera angkatnya. Apabila Baginda mangkat, cucundanya ditabal menjadi Sultan Kelantan dalam TH. 992 (TM. 1584) dan Baginda berkahwin dengan Cik Banun puteri Seri Nara D’Raja yang menjadi sepupu kepada Raja Hussin disebelah isteri putera Lela Wangsa Pahang. Tiga tahun kemudian Baginda telah dikurniakan seorang puteri yang dinamakan Cik Wan Kembang. Setelah empat tahun kemudian Baginda Raja Ahmad mangkat.
Che Wan Kembang pada masa kemangkatan paduka ayahandanya, baru berumur empat tahun, oleh sebab itu dilantik Raja Hussin dari Johor menjadi Pemangku Raja pemerintah Kelantan. Enam belas tahun kemudian Baginda mangkat. Dalam TH. 1018 (TM. 1610) ditabalkan Che Wan Kembang menjadi Raja yang bersemayam di Gunung Cinta Wangsa, Ulu Kelantan.
Pusat Kerajaan ini menjadi masyhur dan dilawati oleh dagang sentry termasuk orang-orang Arab. Orang-orang Arab memanggil Che Wan Kembang dengan nama “Paduka Che Siti”. Seekor kijang telah disembahkan oleh rakyat-rakyat Baginda dari Gunung Ayam. Baginda sangat suka dan gemar kepada kijang tersebut sehingga diterapkan gambar kijang itu diatas wang mas perbelanjaan negeri dan kemudian dijadikan gambar kijang itu sebahagian Lambang Kerajaan Kelantan sehingga sekarang.
Pada masa Baginda Paduka Che Siti memerintah Kerajaan yang berpusat di Gunung Cinta Wangsa maka disebelah Timur Laut negeri ini, ada sebuah kerajaan yang berpusat di Jembal, dan Raja yang memerintahnya bernama Raja Sakti, mangkat dan dilantik puteranya Raja Loyar menjadi pemerintah gantinya dalam TH. 1059 (TM 1649). Baginda beroleh seorang putera bernama Raja Sakti yang mangkat kecil lagi, dan seorang puteri bernama Puteri Sadong.
Perkhabaran baik Kerajaan Jembal terdengar kepada Kerajaan Gunung Cinta Wangsa, lalu berangkatlah Paduka Che Siti Wan Kembang mengadap Raja Loyar. Perjanjian muhibbah telah dibuat, buktinya Puteri Sadong dijadikan anak angkat Paduka Che Siti Wang Kembang.
Puteri Sadong semakin besar semakin cantik parasnya sehingga rakyat-rakyat di Cinta Wangsa menggelarkan Puteri Sadong dengan nama timbang-timbangan Puteri Wijaya Mala. Kecantikan Puteri Sadong terdengar kepada Raja Maha Besar Siam, lalu menghantar pinangannya tetapi pinangan itu ditolak. Kerana hendak menyelamatkan pertalian D’Raja, maka Puteri Sadong dikahwinkan dengan sepupunya Raja Abdullah. Dan kerana desakan Raja Maha Besar Siam, yang dipandang merbahaya kepada negeri, maka Raja Abdullah telah mengizinkan permaisurinya, Puteri Sadong berangkat ke Bangkok. Sekembalinya Puteri Sadong berbangkitlah perbalahan yang akhirnya Raja Abdullah mangkat tertikam dengan pemacak sanggol Puteri Sadong.
Dengan kehendak Puteri Sadong, Raja Abdul Rahim, saudara Raja Abdullah yang muda telah dilantik menjadi Sultan TH. 1082 (TM. 1671) dan dikahwinkan dengan janda Raja Abdullah. Selepas itu Puteri Sadong berangkat ke Gunung Cinta Wangsa melalui Bukit Marak dan dari situ tidak terlihat lagi. Selepas itu Sultan Abdul Rahim pun mangkat ditikam orang ditepi Tasik Lelayang Mandi dan dengan kemangkatan itu putuslah Kerajaan Mahaligai dan wujud kembali Kerajaan Jembal dibawah pemerintahan Raja Omar yang bergelar Sultan Omar dalam TH. 1086 (TM. 1675).
Shahadan, maka tersebutlah putera-putera Raja Selawasi yang berangkat ke Johor dalam TH. 1042 (TM. 1633). Tidak lama kemudian putera Raja Selawasi dijodohkan dengan puteri Laksamana yang bernama Wang Teja. Dalam TH. 1049 (TM. 1640) Baginda dan isterinya Wan Teja berangkat ke Patani. Baginda telah dikurnia gelaran Endek Pakoh Ali dan dikahwinkan dengan Puteri Seri Biji D’Raja Patani. Seorang daripada putera dari isteri yang bernama Seri Paduka Che Dewi yang bernama Wan Dai’im bergelar Dato’ Pengkalan Tua.
Seorang daripada putera Wan Dai’im bernama Tuan Besar (Long Bahar) berkahwin dengan puteri Sultan Omar bernama Raja Pah dan telah dilantik menjadi raja di Bukit Jarum Legeh, serta menjadi utusan Baginda ke Bangkok. Baginda Sultan di Jembal atas kehendak kekandanya Raja Kechil Sulung.
Dalam TH. 1146 (TM. 1733) Baginda Long Bahar mangkat dan ditabalkan puteranya yang bernama Long Sulaiman menjadi Raja pemerintah Kelantan. Seorang daripada puteranya bernama Long Yunus. Serangan rebutan takhta berlaku beberapa kali dalam TH. 1169 (TM. 1756) pada akhirnya mangkatlah Long Sulaiman. Kemudian dilantik adik iparnya Long Pandak menjadi Sultan dan Long Muhamad adiknya menjadi Raja Muda, bersemayam di Kok Keranji. Nyalalah api peperangan di Kubang Labu setelah Baginda Long Pandak menikam Engku Pasir Mas isterinya, kerana cemburu kepada sepupunya Long Gaffar. Kematian isterinya diketahui oleh Long Derahman. Angkatan Long Gaffar tiba dan memasuki Kota serta menikam Long Pandak sehingga membawa maut.
Long Gaffar mangkat Long Muhamad ganti Long Pandak menjadi Raja dengan pesanan “rentahlah baik-baik, jika tidak ia akan datang kali kedua”.
Dalam TH. 1176 (TM. 1762) Long Gaffar bersama-sama Long Yunus berangkat ke Terengganu dengan membawa seekor ayam sabongan yang bernama “Bakas Racun”, kerana melawan ayam orang-orang Bugis. Setelah mendapat kemenangan dan mendapat harta pertaruhan yang mengandungi tujuh buah jong lalu dipersembahkannya kepada Sultan Mansor Shah, Terengganu. Pada masa itu Long Yunus berkahwin dengan Tuan Che Jumat putera kepada Engku Tenang Wangsa.
Lima bulan kemudian, perkhabaran Long Muhamad yang memerintah di Kubang Labu berlaku zalim, maka Long Yunus berserta Long Gaffar berangkat balik ke Kelantan bersama-sama beberapa orang pahlawan yang dikurniakan oleh Sultan Mansor Shah, Terengganu. Angkatan Baginda tiba di Pasir Puteh, dan ditempatkan Long Gaffar di Jeram. Baginda berangkat kerumah Che Bu isteri Che Leh dan menemui pahlawan-pahlawannya yang bernama Penghulu Adas, Tok Sek dan Tok’ Mek yang telah sedia menunggunya. Maka pada malam hari, Long Yunus dan Long Gaffar dengan pasukannya serang Kubang Labu kali yang kedua. Serangan itu membawa maut. Long Muhamad dan jenazahnya dimakamkan di permakaman Gong Chepa disebelah hilir lorong Gajah mati sekarang. Pada akhir TH. 1176 (TM. 1762) Baginda Long Yunus ditabal menjadi Sultan pemerintah Kelantan dan Long Gaffar dikurniakan gelaran “Engku Maharaja Perdana Menteri” yang memerintah di kawasan Jeram sehingga ke sungai Pasir Tumboh.
Baginda Long Yunus telah beroleh beberapa orang putera dan puteri, dan puterinya yang bernama Che Ku Tuan Nawi dikahwinkan dengan putera Yang di Pertuan Terengganu bernama Tengku Muhamad. Dalam masa itu Long Gaffar mangkat dan dimakam di Limbat. Setahun kemudian iaitu pada 27 Zulhijjah, 1209 (TM. 1798) Baginda Long Yunus mangkat dan dimakam di Langgar, Kota Bharu. Oleh sebab Baginda tiada melantik bakal serta tiada meninggal apa-apa wasiat, maka dilantik menantunya Tengku Muhammad Ibni Sultan Mansor, Terengganu menjadi Yang Di Pertuan Kelantan, bagi sementara. Dua tahun kemudian maka Long Muhamad putera sulong Long Yunus dengan bantuan saudaranya terpaksa menggunakan sedaya upaya untuk merebut balik takhta Kerajaan Kelantan dari tangan Tengku Muhamad kerana Baginda enggan menyerah balik.
Beberapa bulan kemudian Baginda Long Muhamad ditabal menjadi Sultan Kelantan dengan gelaran Sultan Muhamad I pada TH. 1221 (TM. 1801) Baginda menghantar Pa’ Wan Muhmud sebagai utusan mengadap Raja Maha Besar Siam. Sebagai tanda perhubungan setia, diperbuat sejenis bunga emas yang dihantar tiga tahun sekali. Baginda Sultan Muhamad I tidak ada mempunyai putera dan puteri, maka Baginda telah mengambil anak saudaranya bernama Long Senik Putera Long Tan (Temenggong Aria Pahlawan) dijadikan putera angkatnya. Baginda mangkat pada TH. 1251 (TM. 1835). Pada masa itu Long Jenal, yang bergelar Raja Bendahara Banggol, dilantik menjadi pemerintah Negeri Kelantan atas kehendaknya. Wasiat Baginda hendaklah ditabalkan Long Senik putera angkatnya menjadi Sultan setelah Baginda mangkat.
Lebih kurang tujuh bulan Baginda Long Jenal memerintah Kelantan, berlakulah perang saudara dalam Negeri. Setelah selesai, maka Raja Maha Besar Siam bersukacita sehingga Raja Maha Besar itu menyembahkan Baginda Long Senik dengan persembahan alatan-alatan kebesaran Kerajaan termasuk persalinan dan pakaian kebesaran Negeri pada masa itu. Pada TH. 1253 (TM. 1837) Baginda Long Senik telah ditabal menjadi Sultan Kelantan dengan gelaran Sultan Muhamad II yang dikenali dengan nama Sultan Mulut Merah.
Baginda mangkat dalam TH. 1304 (TM. 1886) dan ditabalkan puteranya bernama Long Sulong menjadi Sultan dengan gelaran Sultan Ahmad. Baginda mangkat dalam TH. 1307 (TM. 1889) dan ditabal puteranya bernama Long Kundor menjadi Sultan Kelantan bergelar Sultan Muhamad III yang dikenal dengan nama Raja Bendahara. Pada TH. 1308 (TM. 1890) mangkatlah Baginda dengan meninggal empat orang putera dan empat puteri. Oleh sebab puteranya yang bernama Long Senik, bakal Sultan masih muda, maka ditabalkan saudaranya yang bernama Long Mansor menjadi Sultan bergelar Sultan Mansor. Baginda mangkat pada hari Khamis 8 Syawal 1317 (TM. 1899) dengan tidak meninggal putera dan puteri. Tengku Long Senik (Raja Kelantan) menjalankan pemerintah negeri, dan pada 25 Jamadil-Akhir, 1329 (TM. 22 June, 1911) Baginda ditabalkan menjadi Sultan dengan gelaran Sultan Muhamad IV. Baginda telah mengadakan surat setia dengan Kerajaan Maha Besar Siam dalam TM. 1902 dan menerima seorang Inggeris menjadi penasihat Kerajaan bagi pihak Raja Maha Besar Siam bernama Mr. W.H. Graham dan dikembarkan dengan seorang pengawal Inggeris bernama Mr. H.W. Thomsom dari Kerajaan Negeri-Negeri Melayu Bersekutu. Pada tahun 1909 satu surat persetiaan dengan Kerajaan Inggeris telah ditandatangan, dan tamatlah persetiaan dengan Kerajaan Siam.
Baginda Sultan Muhamad IV mangkat pada malam Khamis 12 Rabi’ul-Akhir 1339 bersamaan 23 Disember, 1920, dan ditabal Tengku Ismail (Raja Kelantan), menjadi Sultan, serta dimahkotakan pada hari Khamis 20 haribulan Sha’ban bersamaan 28 haribulan April, 1921. Dua puluh empat tahun Baginda memerintah dengan membawa kemajuan yang tidak berputus-putus, maka pada jam 7.10 minit malam Rabu 3 haribulan Jamadil-Akhir, 1363, bersamaan 20 haribulan June, 1944, mangkatlah Baginda di Istana Jahar, Kota Bharu dan dimakamkan di Langgar.
Baginda Al-Marhum Sultan Ismail tiada mempunyai putera dan puteri, maka paduka adindanya Tengku Ibrahim (Raja Kelantan) dimasyhur manjadi Sultan dengan gelaran Sultan Ibrahim pada hari Rabu 21 haribulan June, 1944, dan dimahkotakan pada hari Selasa 15 Zulkai’dah, 1363, bersamaan dengan 31 haribulan (Tulakum, 2487). Oktober, 1944. Baginda telah mengatasi beberapa kesukaran dari ancaman pengganas yang berlaku dalam masa pemerintahannya Baginda telah mengurniakan Perlembagaan Tubuh kepada rakyat dan dalam pemerintah Baginda Negeri-Negeri Melayu telah mencapai kemerdekaan. Negeri Kelantan telah sampai ke suatu tingkat kemajuan yang boleh dipuji. Baginda mangkat di Istana Seri Chemeriang pada jam 2.30 petang hari Sabtu 13 Muharram, 1380, bersamaan 9 haribulan July, 1960. Baginda telah meninggalkan 11 putera dan 13 puteri.
Pada jam 2.45 petang Ahad 16 Muharram, 1380, bersamaan dengan 10 haribulan July, 1960 didalam suasana yang bertafakur, pemasyhuran perlantikan diisytiharkan dihadapan jenazah paduka ayahandanya di hadapan Singgahsana yang turun temurun bagi Kerajaan Yahya Petra, D.K., S.P.M.K., S.J.M.K., S.M.N., Ibni Al-Marhum Sultan Ibrahim, menjadi Sultan dan Yang Di Pertuan bagi Negeri Kelantan Darulnaim dan Jajahan Takluknya dengan gelaran Sultan Yahya Petra, pada mengganti Seri Paduka Ayahandanya Al-Marhum Sultan Ibrahim Ibni Al-Marhum Sultan Muhamad IV. Perayaan memuja umur Baginda yang pertama telah diadakan pada 21 Jamadil Akhir, 1380, bersamaan 10 haribulan Disember, 1960, dan Baginda telah dimahkotakan bersekali dengan Raja Perempuan pada hari Isnin 4 haribulan Safar, 1381, bersamaan dengan 17 haribulan July, 1961, di Istana yang bersejarah iaitu Istana Balai Besar.
Baginda memerintah negeri Kelantan selama 19 tahun dengan aman dan sentosa. Baginda telah dilantik menjawat jawatan Timbalan Yang Di Pertuan Agong pada 22hb. Julai 1970. Dalam persidangan Majlis Raja-Raja pada 21hb. September, 1975, Baginda telah dipilih memegang teraju Pemerintahan Negara Malaysia sebagai Duli Yang Maha Mulia Seri Paduka Baginda Yang Di Pertuan Agong yang ke-enam. Dalam usia zaman pemerintahan Kebawah Duli Yang Maha Mulia Seri Paduka Baginda Yang Di Pertuan Agong, negara Malaysia telah menempuh zaman kemajuan yang cemerlang dan pembangunan yang amat pesat.
Kebawah Duli Yang Maha Mulia Seri Paduka Baginda Yang Di Pertuan Agong mangkat pada 2 Jamadil-Awal 1399 bersamaan dengan 29hb. Mac, 1979 di Istana Negara, Kuala Lumpur. Al-Marhum telah dikebumikan di Makan D’Raja Langgar, Kota Bharu, Kelantan.
GELARAN-GELARAN KEBESARAN LAIN
Disamping itu Gelaran-Gelaran Kebesaran Negeri ada juga dianugerahkan kepada orang-orang lain yang berjasa sama ada Kerabat DiRaja atau bukan Kerabat DiRaja. Nama Gelaran-Gelaran Kebesaran ini sudah wujud sejak turun temurun lagi. Walaupun begitu, Baginda Sultan adalah berkuasa mewujudkan nama Gelaran-Gelaran Kebesaran sekiranya Baginda perkenankan. Biasanya Gelaran-Gelaran berikut dianugerahkan kepada Kerabat DiRaja iaitu:-
* TENGKU BESAR INDERA RAJA
* SRI MAHARAJA
* SRI UTAMA RAJA
* SRI MARA RAJA
* SERIWA RAJA
* SRI WANGSA
* SRI KELANA DIRAJA
* SRI ISMARA RAJA
* SRI WANGSA RAJA
* SRI INDERA MAHKOTA
* SRI PEKERMA RAJA
* SRI AKAR RAJA
* TEMENGGONG ARIA PAHLAWAN
* KAYA PAHLAWAN
* KAYA PERKASA
* SRI JAYA RAJA
* SELIA RAJA
* TENGKU PETRA SEMERAK
* MAHARANI PUTRI
* MAHARANI
* KESO’MA MASTIKA
Sementara Gelaran-Gelaran Kebesaran yang dikurniakan kepada yang tidak daripada Kerabat DiRaja iaitu ”Orang Keluaran” adalah:-
* SRI PADUKA RAJA
* SRI SETIA RAJA
* SRI AMAR DIRAJA
* SRI DIRAJA
* SRI NARA DIRAJA
* SRI NIRMALA
* SRI RATNA DIRAJA
* SRI DERMA
* AMAR DIRAJA
* ARIA DIRAJA
* BENTARA SETIA
* WIRA JAYA
* ISTIADAT MAHKOTA
* BENTARA KANAN
* BENTARA KIRI
* BENTARA DALAM
* BENTARA LUAR
* KAYA MUDA
* BENTARA MUDA
* BENTARA JAYA
* BIJI SURA
* LELA DIRAJA
* ADIKA RAJA
* BENTARA KANAN
* KAYA SETIA
* LELA NEGARA
* LELA JASA
* KAYA BAKTI
* KAYA NARA
* KAYA RATNA
* KAYA PATI
* KAYA PERBA
* PERWIRA RAJA
* KAYA DERMA
* KAYA BUDI
* MEGAT LELA DIRAJA
* DATO’ BANDAR
* PANGLIMA LAUT
* PANGLIMA PERANG
* LELA MUDA
* BENTARA GUNA
* PENGHULU BALAI
* KAYA HULUBALANG
* KAYA PERWARA
* BIJI WANGSA
* BENTARA SAKTI
* BENTARA RATNA
* MEGAT MUDA
* LELA PERKASA
* PANGLIMA DALAM
* MEGAT MAHKOTA
* RATNA NILA
SUNGGUHPUN nama-nama Gelaran ini diperkenankan khusus di antara Kerabat DiRaja dan Orang-Orang Keluaran, kadangkala ada juga antaranya yang biasa dianugerahkan kepada seorang Kerabat DiRaja itu, dianugerahkan juga kepada seorang keluaran. Hal ini adalah semata dilakukan atas perkenan tilik pandangan Kebawah Duli Yang Maha Mulia Al-Sultan sendiri, tanpa disertai oleh ketandaan-ketandaan lain seperti Bintang Lencana Kebesaran lain yang boleh dipakai atau seumpanya.
JIKA penerima anugerah Gelaran Kebesaran ini ialah seorang keluaran, maka ia berhak mengguna Gelaran “Dato’” sebelum nama Gelaran Kebesarannya. Umpanya manakala Tuan Haji Yaacob bin Awang dikurniakan Gelaran “Bentara Dalam” maka isterinya dikenali sebagai “Datin Bentara Dalam”.
JIKA seseorang Kerabat DiRaja wanita dianugerahkan satu Gelaran Kebesaran maka namanya menjadi” Tengku ……..” (nama Gelaran yang dianugerahkan). Umpamanya jika Gelaran itu ialah “Kes’ma Mastika” maka Kerabat DiRaja ini akan bergelar “Tengku Keso’ma Mastika”. Sekiranya wanita Orang Keluaran menerima Anugerah Gelaran Kebesaran ini, maka ia akan dikenali sebagai “Toh Puan……..”. Suami bagi seorang wanita yang dianugerahkan Gelaran Kebesaran tidak boleh memakai nama Gelaran isterinya, bahkan ia hendaklah terus dengan nama tubuhnya jua.
GELARAN-GELARAN Kebesaran dianugerahkan juga mengikut nama tubuh seseorang penerima itu sendiri dengan tidak dikurniakan nama Gelaran yang khususnya. Umpanya manakala Encik Ar. A. Nachaippan dianugerahkan Gelaran Kebesaran Negeri, maka ianya akan bergelar Dato’ Ar. A. Nachaippan dan isterinya boleh menggunakan Gelaran “Datin” sebelum namanya, menggantikan “isteri kepada” atau “Mrs”.
SUSUNAN KEUTAMAAN DIANTARA ORANG-ORANG BESAR NEGERI YANG “BERGELAR” ADALAH :-
Gelaran Kebesaran Khusus yang termaktub didalam Undang-Undang Tubuh Perlembagaan Negeri.
* Kerabat Diraja yang dikurniakan dengan Gelaran “Sri”
* Kerabat Diraja yang dikurniakan Gelaran lain.
* Orang Keluaran yang dikurnikan Gelaran “Sri”
* Orang Keluaran yang dikurniakan Gelaran lain.
* Dan susunan Kekananan masing-masing adalah berdasarkan kepada tarikh pengurniaan itu dianugerahkan
PENGURNIAAN SURAT KETERANGAN MEMUNGUT CUKAI DI ULU PAHANG DALAM TAHUN 1859
Tarikh Peristiwa: 30.12.1859
Pada hari ini 30.12.1859, Sultan Pahang, Sultan Mahmud Al-Muzaffar Shah telah mengurniakan "Surat Keterangan" kepada Mandara Lubuk Setia Raja atau Tok Lubuk dari daerah Gali.
Surat Keterangan ini merupakan surat kuasa untuk memungut cukai di daerah Gali. Surat ini telah disampaikan oleh Wakil Sultan, Tengku Embong ibni al-Marhum Sultan Mahmud Shah dan En. Wan Long ibni Dato Bendahara Seri Maharaja kepada Mandara Lubuk Setia Raja.
Dengan adanya Surat Keterangan ini membolehkan Mandara Lubuk Setia Raja memungut cukai di daerahnya. Cukai yang dipungut dari daerah ini akan diserahkan kepada Sultan melalui Orang Kaya Maharaja Perba Jelai.
Sistem pungutan cukai ini merupakan sistem yang diikuti oleh Kerajaan Negeri Pahang sejak lama dahulu. Tetapi setelah British campurtangan di Pahang pada tahun 1888 sistem pungutan cukai oleh pembesar-pembesar Pahang cuba dihapuskan. Sebaliknya mereka perlu membayar cukai kepada Kerajaan British melalui Pemungut cukai dan Majestrit (Collector and Magistrate) yang berkuasa sebagai Pegawai daerah. Kerajaan British telah mendapat tentangan hebat dari pembesar-pembesar Pahang seperti Datuk Bahaman, Tok Gajah dan beberapa orang lagi.
Sesungguhnya pengurniaan Surat Keterangan oleh Sultan kepada pembesar-pembesar adalah merupakan satu penghormatan dan pemberian kuasa ke atas daerah-daerah tertentu untuk memungut hasil mahsul negeri. Segala hasil cukai akan diserahkan kepada orang-orang Besar Pahang dan seterusnya diserahkan kepada Sultan Pahang.
Skrip: Diolah semula oleh Abu Bakar Zakaria
Sumber: Skrip HIDS Siaran 1991
CAMPURTANGAN INGGERIS DI PAHANG
Tarikh Siaran: 24.08.1980
Tarikh Peristiwa: 24.08.1888
24_08_1888_1980.gif (48767 bytes)
Pada hari ini dalam tahun 18881, Sultan Pahang, Sultan Ahmad di dalam keadaan serba salah telah terpaksa menandatangani sepucuk surat meminta Inggeris memberi perlindungan ke atas Negeri Pahang seperti mana Inggeris memberi perlindungan ke atas Negeri Perak, Selangor dan Sungai Ujong. Akibat dari surat ini John P. Rodger telah dilantik menjadi Residen Inggeris di negeri Pahang.
Kekayaan hasil bumi Pahang telah menarik minat penjajah Inggeris, tetapi telah beberapa kali gagal dalam usahanya untuk menakluki negeri itu. Pada tahun 1885 Frank Swettenham telah diutuskan oleh Gabenor Negeri-Negeri Selat untuk mengadakan perjanjian dengan Sultan Ahmad, tetapi gagal. Pada tahun 1887 Hugh Clifford pula telah diutuskan untuk mengikat Perjanjian Pertahanan tetapi telah juga ditolak oleh Sultan Ahmad. Akhirnya Sir Fredrick Weld, Gabenor Negeri-Negeri Selat sendiri telah pergi ke Pahang mengadap Sultan Ahmad dan telah mendesak baginda menandatangani perjanjian dengan Inggeris. Sultan Ahmad yang telah dipengaruhi oleh Sultan Johor, Sultan Abu Bakar, akhirnya terpaksa menandatangani perjanjian menerima seorang wakil Inggeris di negeri Pahang.
Inggeris masih belum puashati terhadap penglibatannya dalam negeri Pahang. Pada bulan Februari 1888 telah berlaku satu peristiwa yang tidak disangka-sangka berhampiran dengan istana di Pekan iaitu pembunuhan ke atas Goh Hui, seorang berbangsa Cina. Pihak Inggeris telah memberikan perhatian yang sungguh serius terhadap peristiwa ini dan mendakwa bahawa mangsa pembunuhan itu adalah seorang rakyat Inggeris, dan telah menuntut gantirugi dan mendakwa Sultan Ahmad bertanggungjawab di atas pembunuhannya. Inggeris juga telah meminta supaya wakil Inggeris di Pahang dinaikkan tarafnya sebagai Residen untuk menjaga dan menjamin keselamatan rakyat Inggeris di Pahang. Tuntutan-tuntutan ini dibuat sendiri oleh Gabenor Negeri-Negeri Selat, Cecil Smith yang datang bersama-sama dengan Frank Swettenham dan Pickering ke Pahang pada bulan Jun 1888. Sultan Ahmad telah diberi tempoh oleh Cecil Smith selama 10 hari untuk memberi kata putus. Dalam masa yang sama Inggeris telah meminta jasa baik Sultan Johor, Sultan Abu Bakar, supaya campurtangan di atas perselisihan ini. Sultan Abu Bakar sendiri telah berangkat ke Negeri Pahang mengadap Sultan Ahmad. Sultan Abu Bakar menasihatkan Sultan Ahmad supaya menerima Residen Inggeris dan memberitahu bahawa untuk berperang dengan Inggeris adalah merupakan pekerjaan yang sia-sia saja.
Sultan Ahmad sebagaimana kebiasaannya terlebih dahulu terpaksa mendapatkan pandangan dari pembesar-pembesar baginda sebelum membuat keputusan. Pembesar-pembesar Pahang seperti Datuk Bahaman, Maharaja Perba Jelai, Datuk Kaya Chenor, Imam Perang Indera Gajah telah meminta Sultan menolak permintaan Inggeris dan mereka bersedia berperang dengan Inggeris.
Akhirnya, dalam keadaan yang serba salah pada hari ini dalam tahun 1888 Sultan Ahmad terpaksa menandatangani sepueuk surat menerima perlindungan dan bantuan Inggeris di dalam urusan pentadbiran dan menjalankan sistem yang sama ke atas negeri Pahang seperti mana yang telah dijalankan ke atas negeri-negeri Melayu yang lain iaitu Negeri Perak, Selangor dan Sungai Ujong. Sultan Ahmad juga telah mengakui bertanggungjawab ke atas pembunuhan Goh Hui. Dengan surat ini bermakna negeri Pahang terpaksa menerima seorang Residen Inggeris. Pada bulan Oktober, 1888, John P. Rodger telah dilantik menjadi Residen Inggeris yang pertama di negeri Pahang dan bermulalah campurtangan Inggeris secara langsung di dalam hal-hal pentadbiran, politik dan ekonomi negeri Pahang.
1. W. G. Maxwell dan W. S. Gibson, Treaties and Engagement, m.s. 68.
2. Lihat E. Thio, "Tbe Extension of British Control to Pahang", JMBRAS, XXX, Pt. 1, 1957, m.s. 46-74.
KEAGUNGAN KERAJAAN MELAKA
Keagungan kerajaan Melaka pada abad ke-15 dan awal abad ke-16 disebabkan oleh kegiatan perdagangannya. Kegiatan ini merupakan satu pendapatan bagi kerajaan Melaka. Mengikut Sejarah Melayu versi tahun 1612, edisi 1961 halam 81, 220 "Melaka digelar oleh orang Arab sebagai Malakat iaitu perhimpunan segala dagang". Perdagangan merupakan warisan dan penerusan tradisi kerajaan sriwijaya yang terletak dipalembang.
Kerajaan ini terkenal sebagai pusat perdagangan. Pemerntah Melaka iaitu Parameswara merupakan keturunan kerabat diraja Palembang. Parameswara berusaha menjadikan Melaka ebagai sebuah emporium melayu pada abad ke 15. Melaka terkenal sebagai pusat perdagangan kerana terdapat faktor geografi iaitu kedudukan Selat Melaka iaitu dipersimpangan jalan laut dari India dan China ataupun timur dan barat.
Di sini fungsi Melaka iaitu sebagai perlabuhan persiggahan bagi kapal-kapal yang berulang alik melalui selat Melaka. Perlabuhan Melaka terlindung dari angin dan jjauh dari paya bakau, pintu perlabuhannya cukup dalam untuk membolehkan kapal besar masuk berlabuh. Terdapat rangkaian hubungan dengan daerah pedalaman kerana sungai Melaka membuka jalan kepada jalan dagang seberang semenanjung iaitu mengikut kawasan pengangkutan iaitu Penarikan yang bersambung ke jalan sungai Muar-Pahang iaitu membawa ke kawasan yang kaya dengan emas di ulu pahang. Iklim juga berperanan dalam menentukan perdagangan di Melaka.
Terdapat dua jenis angin yang bertiup iaitu angin monsun timur laut dan angin monsun barat daya dimana kedua-dua angin ini bertiup selama enam bulan dalam giliran tahunan. Oleh itu pedagang dari barat dan timur tidak pernah berjumpa akibat tiupan angin yang berlainan musim tadi. Malah lalulintas laut ditentukan oleh angin monsun.
Oleh itu mereka menjadikan Melaka sebagai tempat persinggahan iaitu meletak barang dagangan digudang untuk diniagakan apabila pedagang lain tiba di Melaka pada monsun yang satu lagi. Sultan telah menyediakan semua kemudahan fizikal dan material di perlabuhan entrepot contohnya raja Iskandar Syah telah menyediakan kemudahan, dorongan ke arah menjadikan Melaka pusat perdagangan seperti bendajara, syahbandar, laksamana dan penghulu bendahari.
Bendahara Seri Maharaja dikatakan santar memelihara kebajikan pedagang. Terdapat empat orang syahbandar dilantik mewakili setiap bangsa seperti Gujerat, Jawa, China dan sebagainya. Tugas syahbandar mengawal ukuran dan timbangan, mengawasi perjalanan dan organisasi pasar dan gudang simpan barang dagangan serta keselamatan, dan menghakim sebarang pertikaian yang timbul antara kapten kapal dengan saudagar.
Syah bandar juga dikenali sebagai raja perlabuhan. Melaka terkenal sebagai pusat perdaganagn juga di atas bantuan dari orang laut. Orang laut lebih kurang empat puluh orang telah mengiringi Parameswara ketika berundur dari singapura ke Melaka. Mereka ini menjaga keselamatan pertahanan dan perairan serta menentang lanun di selat Melaka yang boleh menjejaskan keselamatan diperairan dan perdagangan.
Kepentingan orang laut kepada Melaka menyebabkan Melaka telah menakluki gugusan riau lingga yang dapat membekalkan orang laut untuk Melaka. Orang laut juga bertugas sebagai pendayung kepal perang tentera laut untuk tujuan penaklukan. Kepesatan perdagangan dimelaka terbukti melalui catatan perdagangan bangsa Portugis iaitu Tome Pires mangatakan bahawa setiap tahun terdapat sekurang-kuragnya 100 buah kapal yang besar dan kira-kira 30 hingga 40 buah kapal kecil ke perlabuhan Melaka dan perlabuhan Melaka begitu besar sehinggakan boleh menampung hampir dua ribu buah kapal yan bersaiz untuk sesuatu masa.
kemudahan disediakn oleh pemerintah menurut MA huan dan Few Hsin terdapat gudang-gudang di bawah tanah dan gudang-gudang yang dikelilingi oleh pagar kayu dan pintu berkunci, dikawal oleh penjaga dan lonceng akan dibunyikan bila berlaku kecemasan. Melaka juga telah berjaya menakluki negeri-negeri dikepulauan Asia Tenggara. Penaklukan dibantu oleh orang laut, angkatan laut Melaka dengan wawasan ahli-ahli politik dan pentadbir Melaka seperti Seri Nara Diraja, bendahara Tun Perak dan Tun Mutahir. Tujuan penaklukan untuk mendapatkan hasil perdagangan seperti Kelang, Selangor dan kedah yang kaya dengan Bijih Timah.
Bijih timah icairkan dan dijaikan kepingan Jongkong untuk dieksport. Siak dikuasai bagi membolehkan Melaka mengawal pengeluaran emasnya untuk dibawa kemelaka bagi tukaran bahan perdagangan dengan saudagar asing. Kampar, Rokan ditakluki untuk mengawal eksportlada dan emas. Penjualan barang=barang dagangan di atas pondok sepanjang jambatan Melaka, jalan raya, pasar, lorong-lorong epan rumah atau dibawa ke tempat lain di Nusantara untuk ditukarkan dengan barangan lain.
Pedagang ini akan dikenakan lesen oleh kerajaan yang merupakan pendapatan kerajaan. pEndapatan kerajaan ialah daripada cukai-cukai yang dikenakan kepada pedagang seperti cukai import sebanyak 6% daripada jumlah barang dagangan yang dibawa oleh pedagang dari India, ceylon dan tanah Arab. 5 % dikenakan kepada pedagang dari China dan jepun. Import bagi makanan dikecualikan kerana Melaka bukan negara pertanian. Barang dagangan yang dibawa oleh pedagang dikenakan dua jenis bayaran import sebelum urusniaga dilakukan iaitu bayaran rasmi, dan bayaran tidak rasmi mesti diberikan kepada raja, bendahara, temenggung dan syahbandar.
Nilai bayaran ini antara 1 hingga 2 % daripada nilai barang dagangan yang diimport. Urusan perbniagaan mempunyai dua entuk iaitu melalui sistem tukar barang dan menerusi proses perjualan dan pembelian. Wang logam digunakan dalam urusan jual beli dagangan. Semua ukuran dan timbangan dalam urusniaga adalah mengikut old custom peribumi. Timbangan diukur dengan min unit tahil dan kati, sekati bersamaan 20 tahil. Setahil bersamaan dengan 16 mas, ukuran bahara dugunakan untuk menimbang bahan-bahan seperti rempah, lada, cengkih dan sebagainya. Alat timbangan dikenali sebagai dacing.
Dalam tradisi Melaka saudagar yang menghantar dan sebarkan barangan untuk perdagangan disebut kiwi, saudagar yang menjadi wakil kiwi untuk berdagang ditempat lain disebut maula kiwi. Taraf Melaka sebagai pusat perdagangan melahirkan kelas masyarakat iaitu nakhoda yang mahir dalam selok belok perkapalan dan pintar berniaga, dikatakan seorang nakhoda yang mengelapai sebuah kepal yang belayar dengan menggunakan nama Melaka adalah raja didalam kapal itu.
Nakhoda, kiwi dan maula kiwi mesti bekerjasama dalam urusniaga mereka. Tempoh masa yang sibuk dimelaka antara bulan disember dan mac apabila kapal-kapal dari Asa Timur dan Timur jauh tiba. Bulan Mei hingga september pedagang dari Jawa dan timur Nusantara pual yang datang. Pedagnag melayu terbahagi kepada dua pedagang yang berdagang ecara kecil-kecilan banyak tertumpu di sabak.
Sepanjang tebing Melaka. Pedagang yang berdagang secara besar-besaran tertumpu dikawana elit di atas lereng bukit. Alat pengangkutan di alut yang digunakan iaitu perahu, sampan, baluk, jong dan bahtera. Fungsi Melaka sebagai perlabuhan entrepot iaitu sebagaio pusat epngumpulan dagangan dan uruskan penyebaran bahan-bahan kepelbagai tempat dan dijadikan pihak diantara bagai pedagang dari timur dan Nusantara.negeri yang mengadakan hubungan perdagangan dengan Melaka sepertipedir menghantar lada dan beas menerusi Pasai ke Melaka. Bengkalis membekalkan ikan kering dan terubuk. Kapur barus dibawa oleh saudagar. Kebanyakan barang-barang ini ditukarkan dengan kain-kain belacu yang dibawa dari Gujerat dan Kalingga.
Palembang membekalkan hamba untuk didagangkan di Melaka. Saudagar dari China membawa permata, sutera, tembikar mewah kemelaka untk dipasarkan ke Eropah. Saudagar China membawa balik lada gaharu, candu, rempah dan bahan-bahan hutan dari nusantara. Saudagar ari kepulauan Liu Kiu, Tome Pires menyebut sebagai Gores, ditaksirkan oleh Boxer sebagai Jepun.
Dagangan mereka iaitu kain sutera, tembikar, kapas di Melaka ditukarkan dengan rempah. Arak dan kain dari benggala. Dari kepulauan benggala iaitu pedagang Arab, Parsi, Turki Absinia membawa makanaan, beras, gula ditukarkan dimelaka bagi membeli lada, jagung dan sutera. Kepesatan perdagangan telah menaik minat Portugis di bawah pimpinan Alfonso De Albuqueque menakluk Melaka pada 1511.
Selepas kejatuhannya Melaka tidak lagi berperanan sebagai pusat perdaganganyang terkemuka. Disamping berperanan sebagai pusat perdagangan Melaka juga terkenal sebagai pusat penyebaran agama islam di rantau ini. Mengikut Sejarah Melayu Raja Kecil Besar iaitu sultan Melaka yang keempat telah memeluk agama islam melalui mimpi. Pengislaman baginda dilakukan oleh Nabi Muhammmad.
Selepas memeluk agama Islam Raja Kecil Besar telah belajar tentang islam seperti sembahyang daripadaMakhdum Abdul Aziz dan memakai gelaran Sultan mahmud Syah. Manakala pencatat cina Ma Huan mengatakan bahawa Megat Iskandar Syah yang memeluk Islam ketika usianya lanjut.
Sebelum kedatangan islam rakyat Melaka di percayai beragama Hindu-Buddha.kedatangan agama islam ke Melaka berlaku apabila pendakwah dari Tanah Arab iaitu Sheikh Abdul Aziz datang ke Melaka menerusi jalan laut kerana Melaka berada di akawasan persisiran laut.
Asal-usul kedatangan islam ke alam melayu ditentukan oleh cora Maritim kawasan yang menerima pengaruh agama iaitu kawasan persisiran. Kemudahan perjalanan seperti ini membolehkan agama islam dari Melaka ersebar lebih jauh ke bahagian utara pesisir Pulau Jawa, Kepulauan Sulu dan Brunei. Melaka berperanan menyebarkan agama islam kerana adanya faktor-faktor tertentu.
Diantara peranan sultan iaitu sultan Muzaffar Syah di mana baginda telah berusaha mengukuhkan dan menyebarkan agama islam di Melaka da kawasan berha,mpiran dengannya. Sultan muzafar menjadika hukum islam sebagai asas pemerintahan baginda. kUmpulan dakwah pula telah berusaha mengajar hukum islam dan dengan ini dapat membentuk meningkatkan tentang kefahaman dalam islam.
Tambahan pula sultan Muzaffar memberikan galakan kepada pendakwah bagi melaksanakan rancangan untuk mengembangkan islam. Antara pendakwah yang terdapat iaitu Kadi Melawar, Sayid Abdul Aziz, Maulana Abdul Sadar dan sebaginya. Mereka ini berasal dari Tanah Arab.
Semasa pemerintahan Sultan Mansor Syah dakwah islamiah telah berkembnag dengan meluas ke seluruh Asia Tenggara terutamanya ke Gugusan Kepulauan Melayu. Pendakwa dari Melaka telah pergi ke Pulau Jawa, Pulau Borneo dan sebahagian Selatan Filipina untuk menyerarkan agama islam.
Terdapat pedagang yang datang ke Melaka turut mempelajari agama islam semasa berdagang, kemudian menyebarkan pula kenegeri masing-masing. dAsar perluasan kuasa juga membantu mengembang dan menyebarkan agama islam keseluruh semenanjung tanah Melayu dan negeri di Sumatera seperti Johor, Pahang, Rokan dan inderagiri. Disini dikatakan kebanyakkan penduduknya beragama islam.
Terdapat juga negeri-negeri yang secara sukaraela meminta jadi sebahagian dari jajahan takluk Melaka seperti Kedah, pattani dan lain-lainnya seterusnya menerima dan memeluk islam. Ulama berperanan dsalam memperkembangkan serta menyebarkan agama islam.
Setelah islam berkembang, mereka memperluaskan serta memperdalamkan pengajaran dalam bidang tafsir, hadis dan tasawuf. Ulama juga bertugas sebagai mualim atau guru agama, kadi dan pendeta tasawuf. Selain menjadi guru agama mereka juga bertugas sebagai imam, juru nikah serta katib. Antaranya Maulana Abu Bakar dari mekah menjadi guru agama kepada Sultan mansor .
Sultan Mahmud pula berguru dengan Makhdum Sadar Jahan. Jadi disini boleh dikatakan ulama mempunyai hubungan yang baik dengan sultan. Penyebaran agama islam di Nusantara berlaku apabila pedagangpedagang dari nusantara yang membawa dagangan untuk dijual di Melaka melihat islam dalam amalannya dan martabat gelaran baru yang diambil oleh raja (sultan) dan pembesarnya.
Perubahan ini diberitahu epada raja negeri mereka yang bersedia mencontohi kesultanan Melaka yang kaya-kaya dan bersedia memeluk islam. Perkembangan agama islam di Melaka boleh dilihat melalui contoh-contoh berikut. Melaka yang terkenal sebagai pusat agama islam menarik minat seorang ilmu tasawuf iaitu maulana Abu Isyak yang telah menghantar Maulana Abu Bakar dengan membawa kitab darul Mazlum untuk diajarakan kepada raja dan rakyat Melaka.
Beliau telah dihormati oleh sultan Mansor Syah. Kitab inintelah diertikan oleh Makhdum Patakan di Pasai. Sultan Mansor Syah telah menghantar Tun Bija wangsa e Pasai untuk menanyakan masalah tentang isi syurga dan neraka kekalkah ke dalam Syurga atau neraka., berjaya dijawab oleh makhdum Muda. Undang-undang Islam telah dilaksanakan di Melaka semasa pemerintahan sultan alauddin riayat Syah iaitu seotrang yang mencuri aka dipotong tanganya. teRdapat dua jenis undang-undang di Melaka yang didasarkan kepada undang-undang syariah dan undang-uundang adat iaitu undang-undang Melaka dan undang-undang laut Melaka.
Undang-undang ini meliputi tentang semua tanah, sungai, dusun dan tanah jajahan Melaka. Undang-undang laut Melaka meliputi perusahaan perkapalan, perdagangan dan sebagainya. Dengan kedatangan islam ke Melaka telah memperkena;lkan tulisan jawi. Tulisan jawi digunakan dalam penulisan kitab agama seperti Darul Mazlum, bagi penulisan surat-,menyurat diraja, hukum kanun dan surat peribadi.
Dikatakan hukum kanun Melaka dan undang-undang laut Melaka ditulis dalam tulisan jawi. Bahasa dan kesusasteraan Melayu juga berkembang melalui tulisan jawi. Terdapat pelbagai karya kesusasteraan yang dihasilkan pada zaman Melaka samada karya asli aaupun diterjemahkan dari bahasa parsi dan arab. Kitab-kitab yang terdapat dimelaka seperti Hikayat Amir Hamzah dan Hikayat Muhammad Hanafiah.
Hikayat-hikayat ini digunakan oleh orang Melaka semasa menentang Portugis bagi menaikkan semangat perjuangan. Sultan Melaka telah menjadikan istana baginda sebagai sebuah perpustakaan untuk pengajian islam. Terdapat kitab-kitab diistananya untuk dijadikan bahan bacaan dan rujukan untuk dikaji oleh pendakwah dan alim ulama. Cara hidup dan pergaulan rakyat Melaka mula berbah setelah kedatangan Islam dimana kegiatan keagamaan seperti muzakarah dan ceramah sentiasa diadakan.
Perayaan seperti hari raya Puasa disambut dengan meriah, perkahwinan, pertabalan dan kenduri kendara dijalankan mengikut ajaran agama. Mereka juga membaca al-Quran dan mempelajari ilmu tafsir al-Quran. Keagungan dan kemasyuran Melaka sebagai pusat perdagangan dan penyebaran Islam pada abad ke 15 dan awal abad ke -16 memang tidak dinafikan. Keagungan Melaka mulai merosot setelah Melaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511 dan acheh telah menggantikan Melaka sebagai pusat perdagangan dan penyebaran Islam di rantau Asia Teggara
Nota Akhir
O.W Wolters, Studying Srivijaya, JMBRAS, LXII, ii, 1944, hlm 1-32
Wang Gungwu, The First Three Rulers Of Melaka, JMBRAS, XLI, 1968, hlm 11-22
Meilink Roelofs, asian Trade and Eropean Influence in the Indonesia Archipelago Between 1500 and About 1630, the Hague, 1962, hlm 36-40
Armando Cortesao (ed) The Suma Oriental of Tome Pires, jil 11, Hakluyt Society, London 1944, hlm 254-255
R.O Winstedt, History Of Malaya, JMBRAS, XIII, I, 1935, hlm 42, W.W. Rockhill, Notes on the relations, toung Pao, XVI, 1915, 117. Hal ini diterangan dengan jelas dalam fasal 10, undang-undang laut Melaka winstedt dan De Jong (eds) Maritime laws, hlm 39
Ibid, hlm 276-277, C.R. Boxer, Fdalgos in the far east, 1550-1770
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Preliminary statement on the general theory of the islamization on the malay, indonesiian Archipelago, Kuala Lumpur, 1969, hlm 5-6.
Bibliografi
Barbara Wantos Andaya dan Leonard Y. Andaya, Sejarah Malaysia, Publishers Macmillan sdn. Bhd. terbitan pertama edisi BM 1983
Khoo Kay Kim, Nik Hassan Suhaimi Nik Abdul Rahman, Muhd. Yusuf Ibrahim, Amin Hassan dan Zainal Abidin Abdul Wahid, Malaysia Warisan dan Perkembangannya, DBP, Kuala Lumpur, 1992
Muhd Yusof Hashim, Kesultanan Melayu Melaka, DBP, Kuala Lumpur 1990 cetakan ke-2
W.G. Shellabear, Sejarah Melayu, Fajar Bakti, 1975
SUMPAHAN KETURUNAN RAJA RAWA
Yang menjadi masalah dua putera almarhum telah lama meninggalkan negeri itu, seorang ke Negeri China dan seorang lagi pergi ke Rom dan anakanda ketiga almarhum pula adalah seorang puteri yang di panggil PUTI.
Masa berlalu, raja-raja dilantik semuanya mati tidak serasi, melalui tukang tilik, rakyat diberitahu bahawa cuma ada seorang sahaja yang sesuai dinobatkan menjadi raja, iaitu anak anakanda kepada puteri, tapi masalahnya, anakanda puti juga perempuan. Lantas, rakyat bukit siguntang mengelilingi rumah puti untuk mengambil anakandanya menjadi raja, puti membantah namun tak diendahkan.
Kalau kamu berkehendak juga, ada pantang larangnya anak dan keturunan beta tidak boleh memijak tanah, naik buaian dan menyentuh bunga sampai umurnya 13 purnama. KALAU INGKAR, TUNGGULAH BALA DATANG MENIMPA. Juga bila raja kamu mangkat, hendaklah tujuh orang menadah air mandian mayatnya, tujuh lagi melompat keluar dari tingkap dan cacakkan tombak ditanah.
Rakyat semua bersetuju, lalu anakanda puti pun dijadikan raja.
Adat dan pantang larang terus dipatuhi sehinggalah warga bukit siguntang dan darah daging puti yang berketurunan rawa berhijrah , termasuk ke semenanjung tanah melayu.
Sumber : BUKU MASTIKA
Versi Lain.
Asal usul pantang tanah ni kerana Raja asalnya tu yang berketurunan Rawa telah tersilap membunuh satu-satunya putera yang ada, kerana takut akan firasat bomoh yang mengatakan ada seorang yang telah lahir mengambil kuasa ditanah Rawa. Lalu diperintahnya selagi ada bayi lelaki yang lahir pada tarikh yang difirasat itu dibunuh semuanya.
Oliha kerana suasana kelam kabut, pengasuhnya sedang mendukong Putera Rawa tersebut di luar Istana terkejut bayi yang didukungnya dirampas olih pengawal raja Rawa untuk diBunuh. Setelah selesai kerja pembunuhan dilakukan maka Raja Rawa meminta Puteranya dari pengasuh tersebut, alangkah terkejutnya bahawa Puteranya turut dibunuh kerana perintahnya yang zalim itu.
Maka Tiada lagi waris yang bolih memerintah Tanah Rawa, lalu diperintah pula mengambil putera raja dari berbagai jajahan dari negeri untuk dijadikan Waris Rawa, tapi semuanya mati.
Lalu Raja Rawa meminta dari Raja Bugis untuk mengambil Puteranya menjadi Waris Rawa, tapi diberi satu syarat dan adat, iaitu Putera tersebut tidak bolih memijak tanah selagi upacara memijak tanah diadakan. Syarat tersebut diikut, hiduplah Putera Bugis itu menjadi Waris memerintah tanah Rawa.
Maka jadilah adat pantang tanah sehingga hari ini, setiapa keturunan Raja Rawa walaupun perempuan atau lelaki mesti mengikut adat pantang tanah sehingga adat dan upacara diadakan, barulah bayi itu dibenarkan berjalan diatas tanah. Kalau tak cirit birit kuning hijau akan terjadi dan bayi itu akan cacat atau mati.
Inilah sejarah yang tersembunyi dan ada juga mereka yang tidak mahu mengaku bahawa mereka sebenarnya berdarah Raja Bugis campur dengan Rawa.
Cerita ini dari mulut Raja Rawa sendiri berasal dari Tanah Rawa yang telah menetap diKampung Sungai Itik, Gopeng, Perak. Beliau telah meninggal dunia.
keturunan asal Putera Bugis yang diambil sebagai Putera olih Raja Rawa dahulu.
Itulah cerita serba sedikit keturunan Raja Rawa.
Raja Rawa Sungai Itik, Gopeng Perak.
sumber dari farum jejakkeluarga bugis
SINOPSIS RAO @ RAWA
Rumpun Melayu ialah suatu bangsa yang amat kaya dengan kepelbagaian suku kaum; antaranya Jawa, Mandailing, Minang, Banjar, Acheh, Bugis dan sebagainya. Namun terdapat suatu suku kaum Melayu yang tidak kurang gahnya, dikenali sebagai suku kaum Rao (Rawa).
Sejarah orang Melayu Rao bermula di Kecamatan (Daerah Kecil) Rao Mapat Tunggul, di dalam Kabupaten (Daerah) Pasaman, Propinsi (Negeri) Sumatera Barat, Indonesia. Duduk di sebelah utaranya pula, bermastautin suku kaum Mandailing.
Pekerjaan utama suku kaum Rao ialah sebagai petani, pedagang, pelombong; dan mahir datam bidang pentadbiran serta kerohanian/ keagamaan.
Hijrah Rao ke Tanah Melayu
Mengikut sejarah, suku kaum Rao yang mula-mula sekali berhijrah ke Tanah Melayu ialah golongan petani. Ini berlaku sekitar abad ke 5 Masehi. Faktor perdagangan bebas semasa zaman Kesultanan Melaka di abad ke 15 Masehi telah menggalakkan Iebih ramai kaum Rao merantau, berdagang dan bermastautin di Tanah Melayu.
Kerancakan aktiviti perlombongan emas di abad 17 Masehi dan perlombongan bijih timah di abad 18 Masehi telah mendorong sebahagian besar para pelombong suku kaum Rao ke Tanah Melayu, melalul Negeri-negeri Selat (Singapura, Melaka dan Pulau Pinang).
Penghijrahan beramai-ramai suku kaum Rao ke Tanah Melayu berlaku semasa Perang Padri (1816-1833) di Indonesia semasa zaman pemerintahan penjajah Belanda. Sebahagian besarnya terdiri daripada golongan istana, para ulama, cendekiawan, panglima dan sebagainya. Berikut ialah proses penghijrahan Rao mengikut negeri:
• Negeri Sembilan
• Penghijrahan ke Seri Menanti di sekitar tahun 1773 dan melatul Sungai Ujong (Seremban) di sekitar tahun 1848
• Negeri Pahang
• Penghijrahan melalui Sungai Hulu Pahang (Bera, Hulu Pahang, Kuata Lipis, Raub, Bentong) sekitar tahun 1857-1863. Antaranya Tengku Khairul Alam, Pakeh Khalifah Saka, Tujuan Saka dll.
• Negeri Selangor
• Penghijrahan melalui Sungai Klang (Hulu Langat, Hulu Selangor) dan Sungai Selangor (Kalumpang, Ampang, Kuala Lumpur, Gombak) sekitar tahun 1867- 1873. Pelopornya belum lagi dapat dikenalpasti.
• Negeri Perak
• Penghijrahan melalul Sungai Perak, Sungal Bidor dan Sungai Bernam (Teluk Intan, Kuala Kangsar, Larut, Kinta, Gopeng, Tapah, Kampar) sekitar tahun 1875-76. Antaranya Datuk Sakti Putih dll.
• Negeri Kelantan